Wednesday, September 15, 2010
Untuk cinta yang bertumbuh dan kemudian mati.
Terkadang aku berpikir bahwa cinta tak ubahnya sekuntum bunga. cinta dapat bertumbuh dan cinta dapat merekah. ketika bunga itu masih berupa benih, ia memerlukan air, pupuk, tanah dan sinar matahari untuk dapat bertumbuh. katakan saja air, pupuk, tanah dan sinar matahari adalah kepercayaan, saling menghargai, saling menerima apa adanya dan pengorbanan yang disertai pengertian. ketika ia bertumbuh ia memerlukan perjuangan untuk tetap hidup ketika yang menanam lalai memperhatikan salah satu dari instrumen tersebut. entah ia lalai menyiram, lalai memberi pupuk atau terlalu lama menjemur dibawah sinar matahari. ia tidak akan langsung mati ketika kelalaian itu muncul, ia akan layu terlebih dahulu, ia akan sakit terlebih dahulu. hanya perlu kesadaran untuk membuat bunga itu tumbuh segar kembali.
Sebuah benih tidak begitu saja menjelma menjadi bunga. pada awalnya ia akan berakar. akar yang baru keluar dari benih harus terikat bersama tanah, ia berjuang untuk itu, menembus lapisan tanah untuk dapat menyatu, yang tentu saja tidak mudah bagi akar yang masih muda. hanya akar yang kokoh yang memungkinkan batang bertumbuh sempurna, tanpa akar batang bukanlah apa-apa dan bunga tak mungkin ada.
Setelah akar melakukan bagiannya, dari permukaan tanah muncul daun-daun kecil. pada saat itulah diperlukan perawatan khusus, pada awal pertumbuhan. daun-daun kecil menjelma menjadi batang. batang menentukan kemana ia akan tumbuh. terkadang ia merunduk, menjauhi matahari, instrumen yang sebenarnya ia perlukan untuk tetap hidup. terkadang ia berbelok, meliuk-liuk namun terkadang ia tetap lurus. jika yang merunduk dan berbelok dibiarkan, ia tidak akan pernah lurus padahal seharusnya ia lurus dan tidak menjauhi matahari. ia perlu disanggah untuk tetap tegak. saat batang berdaun sudah menyelesaikan tugasnya untuk tetap kokoh maka muncullah kelopak bunga dari sela-sela daun dan ranting. kuncup itu perlahan akan membuka kelopaknya satu persatu dan memperlihatkan warna mahkota bunga. kuncup bunga membuka mahkotanya satu persatu, ia mekar.
Sayangnya bunga tidak selamanya mekar. ketika bunga itu mekar, abadikanlah detik-detik dimana ia merekah, dimana ia indah dan sempurna karna hanya pada saat itulah keindahannya bisa dinikmati. kepuasan dapat dirasakan. dan ketika satu persatu mahkotanya gugur, bunga itu akan mati.
Pecinta yang mencinta dan dicinta memelihara cinta itu sampai cinta itu mati.
Hanya pecinta sejati yang tidak membiarkan bunga itu mati begitu saja ketika mahkotanya gugur. karna ketika bunga itu gugur kemudian mati bukanlah akhir dari segalanya. ia dapat tumbuh kembali. dari benih yang sama akan melahirkan bunga yang bahkan lebih indah lagi.
Putri
Surat ini kutujukan padamu ketika aku teringat akan datangnya hari ini. Mungkin aku tidak akan pernah menyerahkan surat ini padamu sampai aku mati. Sampai aku bernasib sama dengan bunga itu. Tidak, aku sudah bernasib sama dengan bunga itu.
Keluargamu menelponku untuk memberitahu datangnya hari ini. Aku bernada gembira mendengarnya. Ibumu lebih gembira ketika menyampaikannya dan menjadi jauh lebih gembira ketika tahu aku gembira mendengarnya. Memang sudah seharusnya aku gembira dan memang itulah yang diharapkan semua orang. Bukankah begitu, Bima?
Sampai seminggu yang lalu aku tidak pernah tahu siapakah wanita yang beruntung itu, wanita yang kau pilih untuk mengantikan aku. Wanita yang sudah mengisi hari-harimu sejak kau pergi. Kau memang harus pergi, hanya saja aku yang tidak pernah menyadari bagaimana cara melepasmu.
Suatu hari kau mengatakan, “Aku mau naik kapal, aku mau berlayar. Tahun depan aku pulang. Nanti kalau aku pulang, kamu mau kemana aja aku temani. Mau oleh-oleh apa?”. Aku tidak mau oleh-oleh, aku mau kau tinggal. Aku ingin menjawab begitu waktu itu tapi yang keluar dari bibirku hanya “Aku mau anjing laut dari Thailand. Kamu harus bisa bawain pulang binatang itu !”. Kau tertawa dan mengusap-usap kepalaku seperti yang biasa kau lakukan.
Suatu hari lainnya kau mengantar aku pulang kerumah dengan berbasah kuyup. Kita baru saja nonton di bioskop kota hanya untuk melepas stress dari tempat kerjamu sedangkan aku ikut pergi demi keperluanku observasi perfilman yang sedang in di kota untuk naskah yang harus kuserahkan pada pimpinanku dikantor awal minggu depan. Setelah nonton kau mengajakku makan direstoran, kau tahu tempat makan dan makanan favoritku.
“Put, udah lama ya kita nggak jalan berdua. Aku di bandung dan kamu di jogya. Lama di bandung bikin aku kangen sama kamu. Udah seminggu aku pulang dan sejak aku pulang aku belum pernah denger kabar terbaru dari kamu. Katanya sekarang kamu udah punya cowok ya.”
“Nggak tuh. Aku masih begini-begini aja. Kamu kali yang udah punya cewek tapi nggak cerita-cerita sama aku.”
“He he he. Nanti kapan-kapan aku kenalin kalo kamu main ke bandung.”
Aku tidak tahu bagaimana membagi dirimu dengannya. 10 tahun kau hanya milikku dan tidak pernah terbagi. Mendengarmu menyebut namanya dan menyadari kau bersamanya saat tidak bersamaku membuatku tidak ingin lagi bertemu denganmu. Didepan rumahku, hujan masih lebat. Seharusnya kau berteduh didalam rumahku dan menghangatkan diri.
“Bi, kamu jangan ketemu aku dulu deh. Aku lagi nggak mau ketemu kamu.” Kau mempertanyakan sikapku yang kekanak-kanakan. Bukankah cinta terkadang egois dan kekanak-kanakan? Pikirku. Aku terkejut dengan pikiranku sendiri. Aku menyebut cinta padamu dalam hatiku untuk pertama kalinya. Kau yang sabar dan perhatian. Kau yang lembut dan penyayang. Bagaimana aku bisa begitu saja menghilang dari hadapanmu? Aku memutuskan memelihara rasa itu karna kupikir suatu hari nanti aku dapat mengatakannya kepadamu.
“Putri, kamu sedang apa, ‘ndok? Cepat ganti bajunya. Kita sudah harus berangkat. Kamu kan dandannya lama”.
Ibu memanggilku. Bima, aku harus pergi. Mungkin aku sudah benar-benar siap pergi kali ini. Aku mungkin bukan pecinta sejati karna membiarkan bunga itu gugur dan mati. Tapi aku tidak punya instrumen untuk membuatnya tetap hidup. Mungkin juga aku yang sudah gugur lebih dahulu daripada bunga itu.
Hari ini aku berdiri disini menyaksikan kau mengikat janji sehidup semati dengannya. Banyak orang yang datang memberi selamat padamu, begitu juga yang seharusnya aku lakukan. Banyak orang yang datang turut berbahagia bersamamu, begitu juga yang seharusnya aku lakukan.
Ditengah-tengah acara yang membahagiakan semua orang kau menyempatkan diri menghampiriku. Aku melihatmu dari kejauhan datang perlahan-lahan mendekat, terus mendekat. Ragamu ada disampingku namun kamu yang sesungguhnya sudah melayang pergi.
"Makasih ya kamu sempet dateng kesini. Habis pulang honeymoon, nanti aku telpon kamu."
"Ya..ya..ya... terserah deh."
Aku melihat sosok yang berdiri tidak jauh dariku. dijarinya terpasang cincin yang sama dengan cincin yang kau kenakan. wanita itu tersenyum, larut dalam kebahagiaan hari pernikahannya.
"Sana gih, jangan lama-lama ninggalin istri."
Kamu merangkul pundakku dan mengecup pipiku, seperti yang biasa kau lakukan. Seperti yang biasa kau maksudkan. "Take care ya, Put."
Dan kata-kata itu tetap berdiam didalam mulutku , kutelan dan takkan pernah kumuntahkan sementara kamu hanya berlalu, perlahan lenyap.
Kezia Mamoto
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment